Jumat, 12 Oktober 2012

If i told you 3

Chapter 3



Masumi menghentikan mobilnya didepan apartemen Maya, "Nah mungil kita sudah sampai, terima kasih banyak sudah menemaniku malam ini" katanya sambil tersenyum lembut. Maya memainkan jemari di pangkuannya, bimbang dengan apa yang akan dilakukannya, tapi akhirnya dia membuka pintu yang kemudian diikuti oleh Masumi. "Selamat malam Pak Masumi, terima kasih banyak makan malamnya" katanya sambil memainkan ujung cardigannya.
"Lain kali pesan yang lebih banyak ya supaya kau tidak kelaparan" sahut Masumi dengan senyum jahil.
Maya merengut "iya lain kali saya akan pesan semuanya kalau perlu sekalian sama counternya!"
Tawa Masumi meledak,"Upsss..maaf mungil.." ditahannya tawanya begitu melihat Maya cemberut. "Huhhh...dasar!" Maya membalikkan badan dan mulai melangkah masuk apartemennya, saat didengarnya tidak ada suara pintu mobil ditutup, Maya memutar badannya lagi, disana dilihatnya Masumi sedang memandanginya dengan tatapan yang penuh kerinduan.

Maya mematung, keduanya berdiri di tempat masing-masing dalam diam, hingga akhirnya Maya berlari dan berhenti tepat di hadapan Masumi. "Pak Masumi terima kasih banyak untuk semuanya"  wajahnya merona "Semangat ya Pak Masumi! Apapun yang sedang menggangu pikiran anda..semoga cepat ketemu jalan keluarnya." imbuhnya sambil mengacungkan kepalan tangannya keatas. 
"Mungil... apa kau sedang menghiburku? seandainya saja aku bisa berbagi cerita ini denganmu" Masumi menghela nafas "Terima kasih Mungil, jadilah bidadari merah yang luar biasa ya..aku tidak sabar melihatnya."
"Tentu Pak Masumi, aku akan selalu berjuang untuk itu" jawab Maya.
"Masuklah Mungil, udara sudah semakin dingin, aku tidak mau bidadari merah jatuh sakit" kata Masumi. "Baiklah Pak Masumi, sampai jumpa.." Maya beranjak pergi. 
Masumi menunggu sampai Maya hilang dari pandangannya sebelum akhirnya dia pulang dengan perasaan tak menentu. Pikirannya kalut menyadari bahwa bisa saja tadi adalah terakhir kalinya dia menghabiskan waktu bersama Maya, dia tidak sanggup melepas Maya begitu saja, rasanya terlalu menyakitkan. Setidaknya masih ada satu kesempatan lagi, walaupun rasanya akan sulit mewujudkan keinginannya menikmati indahnya Izu berdua saja dengan Maya, entah kapan dia akan menepati janjinya itu. Dia hanya bisa berharap kesempatan itu akan datang, dan saat itu mungkin akan benar-benar menjadi saat terakhirnya bersama Maya.

Masumi menyusuri koridor rumahnya yang temaram, tiba-tiba sebuah suara menghentikannya "Masumi dari mana saja kau?!" diujung koridor duduk Eisuke Hayami menunggunya. "Selamat malam ayah" sapanya. 
"Jadi bagaimana keputusanmu?" Eisuke tidak menghiraukan sapaan Masumi.
"Aku akan membicarakannya besok, Selamat tidur Ayah!" Masumi berlalu dari hadapan Eisuke, "Ingat Masumi jangan kau kecewakan aku dengan keputusanmu!" kata Eisuke geram.
Masumi tidak mempedulikan teriakan Eisuke, dia tidak mau membahasnya sekarang, bayangan Maya terlalu kuat untuk diabaikan setelah pertemuan mereka tadi. Aroma tubuh Maya melekat pada jas yang dipinjamkannya tadi, seolah gadis mungil itu masih berada disebelahnya. Dan Masumi pun tidur tanpa melepaskan jas-nya, berandai-andai Maya dalam dekapannya.


> Ruang Latihan
Siang itu suasana ruang latihan ramai, disana-sini terdengar celoteh para pemain drama yang membahas beberapa  dialog, ada juga yang sekedar mengobrol ringan sambil melepas lelah setelah berlatih dari pagi. Maya sedang melahap makan siangnya di pantry saat Pak Kuronuma memanggilnya, "Maya..ikut aku sebentar” Pak Kuronuma menghampiri Maya sambil menunjuk sebuah ruangan kosong didekat mereka, Maya tergagap " i..iya pak"  wajahnya tiba-tiba memerah, 
"Berapa lama lagi aku harus menunggumu dan kenapa wajahmu seperti udang rebus begitu?" tanya Pak Kuronuma mulai tak sabar. "Oh..eh..i..iya Pak tunggu sebentar"  Maya bergegas masuk, saat melewati Pak Kuronuma yang berdiri didekat pintu Maya menundukkan wajahnya, dia takut Pak Kuronuma bisa membaca pikirannya karena tadi dia sedang memikirkan Masumi.

Pak Kuronuma segera menutup pintu dan tanpa membuang waktu lagi beliau memulai pembicaraan "Ada sesuatu yang kurang pada Bidadari Merahmu Maya, sekilas memang bagus tapi belum sempurna." 
"Deg! ada yang kurang? Tuh kan benar apa yang kurasakan selama ini, tapi bagian mana ya yang kurang?" Maya mulai gelisah karena ketakutannya selama ini memang beralasan.
Pak Kuronuma melanjutkan bicaranya "Bidadari Merah adalah kisah cinta yang tak bisa memiliki, Akoya dan Isshin saling mencintai tapi keadaan tidak mengijinkan mereka bersatu, kalau manusia biasa tidak bisa bersatu mungkin mereka akan mencari pasangan lain, tapi Bidadari Merah dan Isshin..."  Pak Kuronuma menggantung ucapannya,
"Mereka tetap menjaga cinta mereka walaupun mereka tahu bahwa mereka tidak akan pernah bersatu di dunia ini" sahut Maya. 
"Tepat sekali!" ujar Pak Kuronuma bersemangat, heran karena tumben sekali Maya cepat menangkap arah pembicaraannya. "Nah...menurutmu bagaimana perasaan Akoya melewati semua itu?" Tanya Pak Kuronuma  "Ba..bagaimana perasaan Akoya?" Maya tergagap, dia tidak bisa menjelaskan. 
Pak Kuronuma tersenyum tipis "Katakan padaku apa yang dirasakan Akoya saat itu? Bagaimana Maya? Apa kau bisa merasakannya?" Maya terdiam "Perasaan Akoya? Apa yang Akoya rasakan? Apakah Akoya sedih? Marah atau menangis? Tidak..bukan seperti itu!!" batin Maya "A..aku tidak tahu" jawab Maya.
Pak Kuronuma menjentikkan jarinya "Apa kau mengerti sekarang? Kau harus mencari tahu perasaan Akoya saat itu dan benar-benar memahaminya agar Bidadari Merahmu sempurna."  
Pak Kuronuma melanjutkan "Waktumu tidak banyak, satu minggu sebelum percobaan pementasan kau harus sudah mendapatkannya" Kata Pak Kuronuma sambil membuka pintu dan berlalu dari ruangan itu meninggalkan Maya yang masih berdiri terpaku. Percobaan pementasan Bidadari Merah tinggal satu bulan lagi, dan dia belum menguasai perasaan Akoya dengan sempurna.


> Kediaman Takamiya
Rumah bergaya khas Jepang itu tampak sepi seperti biasanya, atau mungkin bisa dibilang lebih sepi dari biasanya, hanya terdengar gemericik air dari kolam ikan yang berada di taman dekat ruang keluarga. Suasana ruangan yang dulunya tampak hidup pun tidak terlihat, yang ada hanya kesunyian dan kesuraman. Tak ada lagi rangkaian bunga yang menghiasi ruangan, semenjak Shiori menghancurkan semua bunga yang ada dirumah itu.

Dan disana, disalah satu kamar terbaring lemah seorang wanita muda yang cantik, wajahnya pucat, rambutnya yang biasanya tergerai indah tampak kusut, tatapan matanya kosong.
"Masumi.. " batinnya lirih, "Kenapa kau harus datang saat acara perkenalan itu? Seandainya kau tak datang mungkin tidak akan seperti ini akhirnya.. " Shiori menghela nafas,
"Aku tak akan pernah melupakan hari indah itu, hari pertama kali kita bertemu, aku hanya duduk menunduk tak sanggup menatapmu, hingga akhirnya aku mendengar suaramu yang menggetarkan jiwaku, tahukah kau betapa gugupnya aku?" Shiori memejamkan matanya dan kembali bermain dengan pikirannya "Akhirnya kuberanikan diri untuk mencari tahu darimana suara  itu berasal, dan disana aku melihatmu...Masumi..."

Airmata Shiori membasahi pipinya "Tahukah kau betapa tampannya dirimu? Pesonamu telah menjerat hatiku hingga aku lupa caranya bernafas, dan saat  itu juga aku tahu bahwa aku telah jatuh cinta padamu Masumi" Shiori kembali membuka matanya dan menatap langit biru dari jendela kamarnya "Dan semuanya semakin sempurna dengan segala kebaikanmu kepadaku, sikapmu yang sopan dan ramah, senyum lembut yang selalu menghiasi wajah tampanmu, perhatianmu yang begitu tulus kepadaku, aku begitu terlena dengan semua yang ada pada dirimu hingga aku mempercayakan hatiku ini kepadamu."

"Tok..tok." seseorang mengetuk pintu kamarnya "Sayang, apa kau sudah bangun?" suara ibunya menyadarkan Shiori dari lamunannya. Ibu Shiori menghampiri putri semata wayangnya yang masih terbaring lemah, diciumnya keningnya dan kemudian duduk disebelahnya "Sayang..bagaimana tidurmu? Nyenyak? Tadi ibu kesini tapi kau masih tidur jadi ibu tidak membangunkanmu, ibu hanya membuka tirai jendela supaya sinar matahari pagi bisa masuk dan menghangatkanmu" katanya sambil tersenyum.
"Terima kasih ibu" Shiori menatap sayang pada ibunya,
"Nah..yuk ibu bantu bersiap-siap, kau harus tampil cantik hari ini, ibu sudah menyiapkan baju yang cocok untukmu, tapi mungkin agak kebesaran karena kau agak kurus sekarang" suaranya terdengar bersemangat walau agak sedikit bergetar.
Shiori tersenyum, mencoba bangun dan kemudian memeluk ibunya "Terima kasih banyak bu, aku sangat menyayangimu" bisiknya lirih. Ibu dan anak itu berpelukan dalam diam, si Ibu berusaha menahan tangisnya agar tidak pecah, dia tidak ingin membuat putri kesayangannya sedih. Entah berapa lama lagi atau berapa kali lagi dia bisa memeluknya seperti saat ini.


5 komentar:

  1. penulis FFTK baru ya...salam kenal
    ditunggu lanjutnya

    BalasHapus
  2. aku nungguuu bgt chap 4nyah...*gpl*

    heeheehee

    BalasHapus
  3. Kyaaa ... senengnya ada yg komentar ^^
    Makasih banyak dears ... chapter 4 in progres ...
    Stay tune pleaseeee *hug

    BalasHapus
  4. waahhhh,,,,, msh bersambung.... kangen masumi... :'( .. ditunggu lanjutannyaa... thx u

    BalasHapus
  5. Makasih byk dear chubby :) insyaAllah segera update ...

    BalasHapus