Kamis, 11 Oktober 2012

If i told you 2

Chapter 2




> Keesokan harinya di Ruang latihan
Koji sudah mulai ikut latihan walaupun belum latihan penuh, kakinya masih sedikit ngilu tapi sudah lebih baik dari sebelumnya. Koji masih marah pada Maya, tapi dia mulai merindukannya. Mendiamkan Maya adalah ide yang bodoh, karena dia sendiri yang rugi. Dipandanginya Maya dari tempatnya duduk "Maya...Aku merindukanmu, sudah lama tidak mengobrol denganmu hampir bisu rasanya, Maafkan aku..." batinnya sendu "Sudahlah Koji, sampai kapan kau akan seperti ini? maafkanlah dia dan bersikaplah seperti biasanya, jadilah aktor yang profesional" imbuhnya. Koji menghela nafas, dan kembali memperhatikan Maya dari jauh.

"Wuuzzz....wuuuzz....wuuuzzz” Suara angin bersahutan menerobos celah-celah jendela berusaha untuk masuk, sesekali terdengar suara petir berlomba membelah langit. Pohon-pohon berusaha mempertahankan diri dari terjangan angin, akarnya mencengkeram tanah kuat, daunnya terombang-ambing mengikuti arah angin dan hujan pun mulai turun membasahi bumi. Maya berdiri di teras gedung tempatnya latihan, merutuk dalam hati kenapa tadi pagi dia tidak menurut pada Rei yang sudah mengingatkannya untuk membawa payung.

 "Huft..coba tadi aku ikuti nasihat Rei pasti aku tidak terjebak disini, dan sepertinya tidak ada tanda-tanda hujan akan segera reda" sungutnya menyesal. Maya masih asyik dengan dunianya sendiri ketika sesuatu yang hangat menyentuh bahunya.

 "Ck..ck..ck..Bidadari Merah ini lagi-lagi melamun." sebuah suara yang sangat familiar di telinganya mengejutkannya, Maya memutar badannya dan tepat dibelakangnya berdiri Masumi Hayami dengan jasnya yang sudah menyelimuti badan Maya, "Pak Masumi..." Maya terbelalak, antara kaget dan salah tingkah. 

Masumi tersenyum menatap Maya "Perlu tumpangan untuk pulang nona? Tarif normal deh..." tanyanya berlagak seperti sopir taksi. Maya mengerucutkan bibirnya "Maaf saya tidak sanggup membayar kalau sopirnya Pak Masumi!" sahut Maya sambil memalingkan wajahnya, berusaha untuk menyembunyikan kegugupannya. 
Masumi tertawa melihat tingkah Maya "Hmm..bagaimana kalau bayarnya dengan menemaniku makan malam?" tawarnya, Maya pura-pura mikir dan akhirnya dia tersenyum tengil "Anda yakin? Makan saya banyak lho.." jawabnya. Tawa Masumi meledak, dia tidak bisa menahannya lagi "Kalau itu aku sudah tau mungil" ujarnya "Ayo kita berangkat, udara dingin ini tidak baik untuk kesehatanmu" imbuhnya. Maya jadi makin gugup, dia mengekor Masumi masuk ke mobilnya.

Kehangatan langsung menyerbu tubuh Maya, hmmm mobil ini wangi, hangat, dan nyaman.. Maya tersenyum sambil menutup mata dan menyandarkan badannya. Masumi mengamati Maya dari sudut matanya "Senyum itu..aku merindukannya..sangat.." bisiknya dalam hati.

Masumi menyalakan mesin mobilnya "Sudah siap mungil?" yang dijawab dengan anggukan oleh Maya. "Mau makan apa Mungil?" tanya Masumi sambil membawa mobilnya meninggalkan pelataran gedung, "Mungil.." entah sejak kapan Maya mulai suka dengan panggilan itu, walaupun didepan Masumi dia pura-pura sebal, heran kenapa Masumi suka sekali memanggilnya mungil, padahal dia sudah lebih tinggi 1 cm dari pertama kali mereka bertemu. 

"Mungil..kau mau makan apa?" ulang Masumi.
"Eh..ah..makan apa ya? Mmmm.." Maya kebingungan, tiba-tiba saja sudut matanya menangkap sebuah Drive Thru Big Brother Burger "Stop..Stop Pak Masumi!" Masumi terkejut karena Maya memekik "Ada apa mungil?" tanyanya sambil mengurangi kecepatan mobilnya "Kita makan burger saja yuk, itupun kalau Pak Masumi tidak keberatan" ujar Maya, seraya menunjuk sebuah banner drive thru disebelah kiri jalan. Masumi mengikuti arah telunjuk Maya dan berseru "Siap nona mungil!"

Beberapa saat kemudian Masumi menyerahkan bungkusan burger kepada Maya setelah selesai membayar "Nah mungil, dimana kita akan menghabiskan semua ini?" tanyanya sambil tersenyum melihat Maya kegirangan menerima semua pesanannya yang berukuran jumbo.

"Aku tahu tempat yang cocok dan tidak jauh dari sini, Pak Masumi tahu Rainbow Bridge di Odaiba?" Maya memalingkan wajahnya kepada Masumi yang sedang memandangnya dan sesaat pandangan mereka terkunci, mata mereka bicara dalam diam mencoba untuk melihat jauh kedalam menembus lubuk hati  satu sama lain. Beberapa detik yang berasa seperti berjam-jam, keduanya tidak ingin melepaskan pandangannya, namun akhirnya Masumi tersadar dan mencoba menetralisir suasana dengan berpura-pura melihat kaca spion "Baiklah ayo kita kesana mungil" katanya lembut, Maya mengangguk dan mengalihkan pandangannya ke jendela berusaha untuk menenangkan jantungnya yang berdebar seolah mau meloncat keluar dari tubuhnya. Keheningan menyergap keduanya, untuk sesaat mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. 

Maya heran dengan sikap Masumi yang lain dari biasanya, malam ini Masumi begitu penurut, tidak seperti biasanya yang selalu mengajak Maya berdebat. "Pak Masumi ... ada apa sebenarnya? Apa yang anda sedang pikirkan? Kenapa anda terlihat begitu muram?" batin Maya sambil mengamati bayangan Masumi dari kaca jendelanya.

Masumi membawa mobilnya dengan santai, dia sedang tidak ingin berdebat dengan Maya malam ini walaupun dia yakin akan sangat merindukan suasana itu. Berdebat dengan Maya sudah menjadi salah satu hobinya entah sejak kapan, rasanya seperti ke kantor tapi belum mandi kalau tidak berdebat dengan Maya saat mereka bertemu. Masumi ingin menikmati malam ini hanya bersama Maya, sebelum semuanya berakhir dan selamanya dia akan jadi bayangan.

> ODAIBA
"Wooowww...Pak Masumi lihat itu..indahnyaaa.." Maya menunjuk sebuah jembatan dengan kerlap-kerlip lampu yang menghias dari ujung ke ujung, "Seperti hamparan bintang ya" sahut Masumi. Maya mengangguk tanda setuju "tapi masih indah aslinya yang di lembah Plum, tadinya aku mau kesana tapi nanti keburu lapar" kata Maya sekenanya saja. Masumi terkekeh mendengar  jawaban Maya yang polos "Kau ini yang dipikirkan cuma akting dan makan ya? " masih dengan senyum mengembang. Maya lagi-lagi mengerucutkan bibirnya, tapi kemudian mulai sibuk melihat rainbow bridge yang dilaluinya bersama Masumi. Rainbow bridge adalah penghubung Odaiba dengan daratan Tokyo. Pada satu jembatan yang indah ini, terdapat jalan tol, jalur kereta api, jalan biasa, bahkan trotoar bagi pejalan kaki. Karena multifungsi dan arsitekturnya yang menawan, jembatan ini kemudian menjadi simbol dari Odaiba. 
 
Mereka berjalan kaki menyusuri taman bunga yang dihiasi lampu-lampu berkerlap-kerlip, hujan sudah reda dari tadi menyisakan udara sejuk yang sangat dinanti penduduk kota Tokyo yang seharian sibuk bekerja. "Kita duduk disini saja ya?" Maya menunjuk sebuah bangku taman, Masumi mengangguk tanda setuju. Mereka kemudian duduk berhadapan, Maya mengeluarkan saputangannya untuk dijadikan alas makan malam mereka. Masumi pun tidak mau ketinggalan ikut mengeluarkan iphone dan memutar mp3 dari playlistnya. Mereka berdua tersenyum puas melihat hasil kerja mereka, sempurna sekali makan malam kali ini, ditengah taman, beratapkan langit, diterangi cahaya lampu temaram dan alunan musik yang indah, sesekali angin sepoi membelai wajah mereka lembut. 
"Nah mungil..semuanya sudah siap, maaf aku tidak mengajakmu makan malam ditempat yang mungkin lebih layak dari ini" Masumi membukakan kaleng minum Maya.
"Tidak apa-apa Pak Masumi, ini sudah lebih dari cukup, lagipula disini indah kok" Maya tersenyum bahagia baginya ini adalah makan malam terindah sepanjang hidupnya, walaupun menunya hanya burger dan kentang goreng, tempatnya pun bukan di restoran mewah, tapi ini semua sempurna karena ada Masumi yang menemaninya.

Masumi memperhatikan Maya yang asyik dengan burgernya, "Maya...maafkan aku" batinnya, seraya menimbang-nimbang "Bagaimana jika aku katakan  siapa aku sebenarnya?  Bagaimana jika aku katakan apa yang sebenarnya terjadi, tidak ada lagi topeng dan peran yang aku mainkan."
Ada begitu banyak yang ingin Masumi katakan tapi dia takut untuk mengungkapkan rahasia kecil itu, "Apakah jika aku katakan, kau akan  melihat aku dengan cara yang  berbeda?" disesapnya kopi hangat yang dipesannya tadi sambil terus memandangi Maya yang sedang merapikan rambutnya karena tertiup angin nakal, "Maya... Bagaimana jika aku katakan bahwa aku tidak sekuat seperti yang semua orang lihat selama ini? Bahwa itu semua hanyalah sebuah cara untuk menyembunyikan kegelisahanku." Masumi menghela nafas, lelah dengan semua ini walaupun sebenarnya  dia tidak pernah menyerah.

"Pak Masumi...anda baik-baik saja?" tanya Maya, ada nada kekhawatiran pada suaranya. Masumi tersentak saat dilihatnya Maya sedang menatapnya cemas, tapi dia dapat menguasai diri dengan baik kemudian tersenyum pada Maya "Wahhh...sudah habis saja mungil, selera makanmu memang luar biasa." katanya mencoba mengalihkan perhatian Maya. 
"Menyebalkan!!" gumam Maya sambil mengelap tangannya dengan tissue basah. 
Masumi terkekeh "Jadi bagaimana dengan latihan Bidadari Merahmu Mungil?" 
"Hmm.." Maya terpekur. "Ada apa Mungil? Apakah Pak Kuronuma terlalu keras kepadamu?"
"Tidak..entahlah..sepertinya masih ada yang kurang dengan Bidadari Merah saya, tapi dimana kurangnya saya juga bingung" Maya menerawang.
"Wah..Jangan sampai aku pergi meninggalkan tempat duduk ditengah pertunjukkan kalau kau tidak bisa menjadi Bidadari Merah yang sempurna, kau tidak mau itu terjadi bukan?" Masumi melirik Maya sekilas."Itu tidak akan terjadi, sebaliknya malah anda akan lupa untuk pulang setelah pertunjukkan berakhir, saya akan jadi bidadari merah yang akan anda kenang selamanya" ucap Maya dengan suara bergetar. Masumi memandang Maya dengan senyum tertahan karena pancingannya tepat mengenai sasaran.

Mereka berdua sedang asyik melihat laut dari atas jembatan dalam diam, yang terdengar hanya deru suara angin. Maya melirik Masumi disebelahnya yang sedang sibuk dengan pikirannya, untuk sesaat Maya menikmati pemandangan indah itu, dia baru menyadari betapa tampannya Masumi ditelusurinya wajah Masumi, mata yang selalu memberikan keteduhan, hidung mancungnya, bibir yang selalu memberikan senyum manis, rambut Masumi yang bergerak ringan tertiup angin, tangannya yang selalu memberikan kehangatan, dada bidangnya yang selalu melindungi dirinya dari berbagai bahaya. 

Maya menghela nafas pelan "Kenapa aku baru menyadarinya sekarang?" batinnya. Tiba-tiba Masumi menoleh kearah Maya "Ada apa Mungil?" Maya tersentak "Ah..eh..ti..tidak Pak Masumi" dan secepat kilat mengalihkan pandangannya kelaut lagi, jantungnya berdetak kencang. Masumi melirik jam tangannya dan Masumi pun mengajak Maya pulang "Sudah tengah malam Mungil, ayo kuantar pulang " katanya, walaupun sebenarnya dia enggan beranjak.

2 komentar:

  1. semangat ya.....yg rajin apdet nyah...
    (☆^O^☆) *minta di tendang*

    @@n

    BalasHapus
  2. wahhh critaa baruuu..... kerennnnnnnn.....

    BalasHapus