Chapter 5 |
"Selamat
datang saudara-saudara, maafkan kami karena tidak bisa menyambut kedatangan
kalian dengan baik" Pak Kuronuma menyambut tamu-tamunya sambil membungkuk
hormat sekilas.
"Tidak
apa-apa Pak Kuronuma, justru kami yang tidak enak karena sudah mengganggu
latihan anda" sahut Ketua Persatuan Drama Nasional, beliau datang bersama
beberapa anggota Persatuan Drama Nasional dalam rangka meninjau latihan para
Bidadari Merah.
"Begitulah..percobaan
Pementasan Bidadari Merah yang semakin dekat membuat kami sangat sibuk"
jawab Pak Kuronuma sambil menyeka keringat di dahinya.
"Apakah
latihannya berjalan lancar?" Masumi yang dari tadi menjadi pendengar
angkat bicara. "Ya
sejauh ini lancar, kalaupun ada kendala, ya... hanya masalah kecil" Pak
Kuronuma menjawab dengan nada datar.
Masumi
menatap Pak Kuronuma penuh selidik, "Kalau latihan kalian selalu seperti
yang aku lihat tadi, bersiap-siaplah membuat ucapan selamat untuk tim Bidadari
Merah arahan Pak Onodera" seraya tersenyum tipis dan mengamati lawan
bicaranya dari sudut mata, ingin melihat sejauh mana umpan yang dilemparnya mengenai
sasaran.
"Kita lihat saja nanti, dan aku yakin anda tidak akan menyesal melihat Bidadari Merah kami!" Pak Kuronuma menyambut tantangan Masumi tanpa ragu, matanya memancarkan kilatan semangat yang luar biasa membara. Masumi tersenyum puas mendengar jawaban sutradara nyentrik ini, dan dia percaya Pak Kuronuma tidak akan mengecewakannya.
Mereka
kemudian membicarakan persiapan pementasan percobaan Bidadari Merah yang
tinggal menghitung hari. Beberapa staf persatuan drama tampak sibuk mencatat, ada juga yang serius memperhatikan instruksi dari seseorang yang dari
penampilannya bisa diketahui kalau orang itu adalah orang penting di Persatuan
Drama Nasional.
Tak
berapa lama kemudian tampak para pemain drama memasuki ruang latihan setelah
tadi beristirahat, kalau Pak Kuronuma bilang istirahat 10 menit itu artinya
harus tepat 10 menit, terlambat sedikit saja maka bersiaplah terkena serangan dari
sutradara yang super disiplin ini, tepat waktu adalah kunci sukses untuk
menjadi seorang artis yang hebat begitulah pesan yang selalu beliau sampaikan
kepada para pemain drama yang menjadi anak didiknya. Semuanya tampak
bersiap untuk latihan kembali, suasana kembali riuh, wajah-wajah lelah telah
berganti dengan wajah penuh semangat, siap menerima gemblengan dari sang sutradara.
"Hhmm..baiklah kalau begitu, saya sudah cukup melihat latihan kalian hari ini, bagaimana dengan anda Pak Ketua?" Masumi bertanya kepada Ketua Persatuan Drama Nasional. Dia tidak ingin berlama-lama disitu karena membuatnya semakin merasa bersalah kepada Maya, walaupun cepat atau lambat dia harus menjelaskan semuanya, tapi itu nanti..bila sudah tepat waktunya, kapan? entahlah...
"Hhmm..baiklah kalau begitu, saya sudah cukup melihat latihan kalian hari ini, bagaimana dengan anda Pak Ketua?" Masumi bertanya kepada Ketua Persatuan Drama Nasional. Dia tidak ingin berlama-lama disitu karena membuatnya semakin merasa bersalah kepada Maya, walaupun cepat atau lambat dia harus menjelaskan semuanya, tapi itu nanti..bila sudah tepat waktunya, kapan? entahlah...
"Saya
rasa cukup Pak Masumi, agenda kita masih banyak hari ini” Ketua Drama Nasional
tersenyum dan bangkit dari duduknya, “Terima
kasih banyak Pak Kuronuma atas waktunya, semoga sukses untuk pentas kalian
nanti." Mereka pun berpamitan satu sama lain.
Hingga
akhirnya giliran Masumi berpamitan, Pak Kuronuma
menghampirinya dan ketika jarak mereka cukup dekat, beliau bertanya dalam
desisan pelan namun
cukup tajam untuk menohoknya “Sesuatu
terjadi pada Bidadari Merah, apakah kau terlibat?”, air muka
Masumi sesaat
berubah, tapi dia
dapat menguasai diri dengan baik "Kenapa anda tidak bertanya kepadanya?" sahutnya datar kemudian berjalan menuju pintu tanpa menunggu jawaban dari Pak Kuronoma, dan semua itu tidak terlewatkan dari pengamatan Pak Kuronuma, “Sudah
kuduga, pasti kau terlibat..” batinnya.
Maya menunggu dengan gelisah disudut ruangan selama para tamu itu berbicara
dengan Pak Kuronuma, dan saat dilihatnya sosok jangkung itu akan pergi dia memberanikan diri untuk mengejarnya "Tunggu !!! Pak Masumi.." Masumi menghentikan
langkahnya, Maya mengatur nafasnya sebentar, ragu untuk bertanya, tapi kapan
lagi kalau tidak sekarang pikirnya "Emmm.. A..apakah semua itu
benar?" tanyanya
terbata, Masumi
memutar tubuhnya menghadap gadis mungil itu "Apanya yang benar
mungil?" Sahutnya datar tanpa seuntai senyum menghias wajahnya.
"Pak
Masumi, a..apa..apakah benar anda..anda akan segera menikah?" ditatapnya
pria tampan itu dengan nanar, “Kumohon…semoga itu tidak benar..katakan bahwa
semua itu hanya gossip murahan.. Pak Masumi..” harapnya dalam hati,
"Deggg!!!"
seperti ada jarum yang menusuk jantung Masumi dan dia bisa merasakan benang dalam
jarum itu melewatinya menyisakan nyeri yang teramat dalam, Masumi berdiri terpaku tidak
sanggup menatap mata gadis itu.
"Pak
Masumi..kenapa anda diam saja? Apakah berita itu benar adanya?" Maya
sekuat tenaga menahan air matanya supaya tidak jatuh.
"Kenapa mungil, apakah ini begitu penting untukmu?" Masumi mencoba mengalihkan
perhatian Maya, "Jadi semua itu benar ? Pak
Masumi.." air mata yang dengan susah payah ditahannya itu luruh juga, Maya
tidak peduli dengan keadaan sekitarnya, dia sendiri tidak tahu kenapa dia harus
menangis, hanya satu yang dia rasakan, dadanya sesak menahan himpitan rasa yang dipendamnya selama ini, hatinya perih seolah ada yang
merenggut paksa dari tubuh mungilnya.
Pria tampan itu tercekat, seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya, akhirnya dia menyerah dan menatap gadis itu dengan tatapan yang sendu, rasanya ingin sekali menarik gadis itu kedalam pelukannya, menghapus air matanya, dan membelai rambut hitamnya dengan lembut untuk memberinya ketenangan dan kekuatan, tapi akal sehatnya mengalahkan perasaannya "Maafkan aku Maya..." batinnya miris, alih-alih memeluknya dia malah memutar badannya dan bersiap untuk pergi sambil berujar "Sebaiknya kau memikirkan PR dari Pak Kuronuma, ingat..aku menunggu Bidadari Merahmu!" katanya cepat dan bergegas pergi dari hadapan Maya sebelum dia berubah pikiran dan memeluknya erat didepan semua orang itu, dia tidak tahan melihat gadis itu menangis, apalagi semua itu karena ulahnya.
Maya memandangi punggung pria yang beberapa hari terakhir ini eksis didalam pikirannya itu sampai hilang dari jangkauan matanya, air mata masih membasahi pipinya, dia tidak peduli lagi dengan orang-orang disekitarnya yang memandang penuh tanya kearahnya. Beberapa diantara mereka tampak berbisik-bisik mencoba menerka kejadian yang baru saja mereka lihat. Sepasang mata mengamati kejadian itu dalam diam, "Begitu rupanya? Aku mengerti sekarang.." lalu pergi meninggalkan Maya yang larut dalam pikirannya di koridor.
"Maya..kau baik-baik saja?" suara perempuan yang begitu dikenalnya itu bagaikan sumber energi baru bagi Maya, "Nona Mizuki, apa semua itu benar? Katakan padaku..kumohon??" diraihnya tangan Mizuki dalam gengamannya, matanya menatap penuh harap kepadanya.
"Maya..." Mizuki tidak tahu harus berkata apa setelah melihat kejadian tadi dengan mata kepalanya sendiri, entah kenapa hatinya ikut nyeri. Dia tidak sengaja melihat semuanya saat akan menyerahkan beberapa dokumen penting yang lupa dibawa oleh Masumi saat pergi meninggalkan kantor tadi pagi. Usahanya menyusul Masumi sepertinya sia-sia karena tidak berhasil menyerahkan dokumen itu dan dia mengurungkan niatnya untuk mengejarnya kembali demi melihat keadaan Maya yang memilukan, walaupun mungkin dia akan kena marah Masumi sebagai konsekuensinya.
"Kenapa
tidak ada yang mau menjawab pertanyaanku? Kalau semua itu benar, lalu kenapa
dia berjanji akan menungguku? Kenapa?" kali ini Maya mulai sedikit histeris, dadanya sesak, matanya
kabur oleh air mata.
"Maya
tenanglah.." dipeluknya gadis itu mencoba menenangkan, dan Maya pun menangis tertahan
dibahunya. Kemudian
Mereka berdua duduk disudut yang agak tersembunyi, Maya diantara tangisnya mulai
bercerita tentang kejadian di Astoria, dan wanita itu merutuk bosnya dalam hati
"Pak Masumi..gadis ini jatuh cinta
kepadamu, apa kau tidak bisa melihatnya? Lampu itu sudah menjadi hijau sekarang,
apa kau tidak menyadarinya?"
"Maya..maafkan aku, karena aku tidak berhak menjawab pertanyaanmu, tapi percayalah padaku bahwa semua ini pasti ada alasannya...beliau bukan orang yang bertindak tanpa pemikiran yang matang," Mizuki menatap tajam mata Maya "Suatu hari kau akan tahu kebenarannya dan saat itu pasti kau akan mengerti." imbuhnya.
"Apa maksud anda Nona? Kebenaran apa? Aku benar-benar tidak mengerti semua ini..." digelengkannya kepalanya kuat seolah ingin membuang jauh semua pertanyaan yang mengganggu itu. "Ingatlah selalu pesannya kepadamu Maya.." wanita itu menguatkan genggaman tangannya pada gadis mungil itu,
"Pesan?" Maya mulai tampak bodoh saking bingungnya,
"Iya..
Pesannya padamu untuk selalu percaya kepadanya apapun yang akan terjadi."
Maya
terdiam, mencoba mencerna maksud dari ucapan Mizuki.
"Maya..."
Mizuki mengguncang pelan lengannya, menyadarkannya dari lamunan,
"iya.."
sahutnya lemah,
"Kembalilah
keruang latihan, mereka sudah menunggumu...kau tak ingin kena semprot Pak
Kuronuma lagi kan?" Wanita berkacamata itu bergidik membayangkan
seandainya dia yang kena marah Pak Kuronuma.
Sementara
itu Maya masih tampak enggan beranjak dari tempat duduk, kakinya
lemas..kepalanya berat dan sudah tidak ada semangat latihan lagi untuk hari
ini, tapi dia harus kembali.
"Maaf
Maya...tapi aku tidak bisa menemanimu lebih lama lagi" wanita itu melirik
sekilas pada jam tangan warna hitamnya yang melingkar manis pada pergelangan tangannya.
Maya
menghela nafas lalu menoleh pada wanita cantik disebelahnya "Terima kasih
banyak atas waktunya nona Mizuki, maafkan aku sudah merepotkanmu" seraya
meraih tangan wanita itu dan menggenggamnya, mencoba mencari kekuatan untuk
yang terakhir kalinya.
"Jangan
bersedih lagi ya!" pesannya sambil tersenyum sebelum beranjak pergi. Baginya Maya sudah seperti adiknya sendiri,
entah sejak kapan tepatnya dia lupa, yang jelas perjalanan cinta Masumi dan
Maya yang tak kunjung berakhir bahagia mau tidak mau menyeretnya kedalam
pusaran kisah cinta mereka. Mizuki semakin geregetan dengan bosnya itu, sekarang semuanya menjadi semakin complicated.