Chapter 3 |
Masumi menghentikan mobilnya didepan apartemen Maya, "Nah mungil
kita sudah sampai, terima kasih banyak sudah menemaniku malam ini" katanya
sambil tersenyum lembut. Maya memainkan jemari di pangkuannya, bimbang dengan
apa yang akan dilakukannya, tapi akhirnya dia membuka pintu yang kemudian
diikuti oleh Masumi. "Selamat malam Pak Masumi, terima kasih banyak makan
malamnya" katanya sambil memainkan ujung cardigannya.
"Lain kali pesan yang lebih banyak ya supaya kau tidak
kelaparan" sahut Masumi dengan senyum jahil.
Maya merengut "iya lain kali saya akan pesan semuanya kalau perlu
sekalian sama counternya!"
Tawa Masumi meledak,"Upsss..maaf mungil.." ditahannya tawanya
begitu melihat Maya cemberut. "Huhhh...dasar!" Maya membalikkan badan
dan mulai melangkah masuk apartemennya, saat didengarnya tidak ada suara pintu
mobil ditutup, Maya memutar badannya lagi, disana dilihatnya Masumi sedang
memandanginya dengan tatapan yang penuh kerinduan.
Maya mematung, keduanya berdiri di tempat masing-masing dalam diam,
hingga akhirnya Maya berlari dan berhenti tepat di hadapan Masumi. "Pak
Masumi terima kasih banyak untuk semuanya" wajahnya merona
"Semangat ya Pak Masumi! Apapun yang sedang menggangu pikiran anda..semoga
cepat ketemu jalan keluarnya." imbuhnya sambil mengacungkan kepalan
tangannya keatas.
"Mungil... apa kau sedang menghiburku? seandainya saja aku
bisa berbagi cerita ini denganmu" Masumi menghela nafas "Terima
kasih Mungil, jadilah bidadari merah yang luar biasa ya..aku tidak sabar
melihatnya."
"Tentu Pak Masumi, aku akan selalu berjuang untuk itu" jawab Maya.
"Tentu Pak Masumi, aku akan selalu berjuang untuk itu" jawab Maya.
"Masuklah Mungil, udara sudah semakin dingin, aku tidak mau
bidadari merah jatuh sakit" kata Masumi. "Baiklah Pak Masumi, sampai
jumpa.." Maya beranjak pergi.
Masumi menunggu sampai Maya hilang dari pandangannya sebelum akhirnya
dia pulang dengan perasaan tak menentu. Pikirannya kalut menyadari bahwa bisa
saja tadi adalah terakhir kalinya dia menghabiskan waktu bersama Maya, dia
tidak sanggup melepas Maya begitu saja, rasanya terlalu menyakitkan. Setidaknya
masih ada satu kesempatan lagi, walaupun rasanya akan sulit mewujudkan
keinginannya menikmati indahnya Izu berdua saja dengan Maya, entah kapan dia
akan menepati janjinya itu. Dia hanya bisa berharap kesempatan itu akan datang,
dan saat itu mungkin akan benar-benar menjadi saat terakhirnya bersama Maya.
Masumi menyusuri koridor rumahnya yang temaram, tiba-tiba sebuah suara
menghentikannya "Masumi dari mana saja kau?!" diujung koridor duduk
Eisuke Hayami menunggunya. "Selamat malam ayah" sapanya.
"Jadi bagaimana keputusanmu?" Eisuke tidak menghiraukan sapaan
Masumi.
"Aku akan membicarakannya besok, Selamat tidur Ayah!" Masumi berlalu dari hadapan Eisuke, "Ingat Masumi jangan kau kecewakan aku dengan keputusanmu!" kata Eisuke geram.
"Aku akan membicarakannya besok, Selamat tidur Ayah!" Masumi berlalu dari hadapan Eisuke, "Ingat Masumi jangan kau kecewakan aku dengan keputusanmu!" kata Eisuke geram.
Masumi tidak mempedulikan teriakan Eisuke, dia tidak mau membahasnya
sekarang, bayangan Maya terlalu kuat untuk diabaikan setelah pertemuan mereka
tadi. Aroma tubuh Maya melekat pada jas yang dipinjamkannya tadi, seolah gadis
mungil itu masih berada disebelahnya. Dan Masumi pun tidur tanpa melepaskan
jas-nya, berandai-andai Maya dalam dekapannya.
> Ruang Latihan
Siang itu suasana ruang latihan ramai, disana-sini terdengar celoteh
para pemain drama yang membahas beberapa dialog, ada juga yang sekedar
mengobrol ringan sambil melepas lelah setelah berlatih dari pagi. Maya sedang
melahap makan siangnya di pantry saat Pak Kuronuma memanggilnya,
"Maya..ikut aku sebentar” Pak Kuronuma menghampiri Maya sambil menunjuk
sebuah ruangan kosong didekat mereka, Maya tergagap " i..iya
pak" wajahnya tiba-tiba memerah,
"Berapa lama lagi aku harus menunggumu dan kenapa wajahmu seperti
udang rebus begitu?" tanya Pak Kuronuma mulai tak sabar.
"Oh..eh..i..iya Pak tunggu sebentar" Maya bergegas masuk, saat
melewati Pak Kuronuma yang berdiri didekat pintu Maya menundukkan wajahnya, dia
takut Pak Kuronuma bisa membaca pikirannya karena tadi dia sedang memikirkan
Masumi.
Pak Kuronuma segera menutup pintu dan tanpa membuang waktu lagi beliau
memulai pembicaraan "Ada sesuatu yang kurang pada Bidadari Merahmu Maya,
sekilas memang bagus tapi belum sempurna."
"Deg! ada yang kurang? Tuh kan benar apa yang kurasakan
selama ini, tapi bagian mana ya yang kurang?" Maya mulai gelisah karena
ketakutannya selama ini memang beralasan.
Pak Kuronuma melanjutkan bicaranya "Bidadari Merah adalah
kisah cinta yang tak bisa memiliki, Akoya dan Isshin saling mencintai tapi
keadaan tidak mengijinkan mereka bersatu, kalau manusia biasa tidak bisa
bersatu mungkin mereka akan mencari pasangan lain, tapi Bidadari Merah dan
Isshin..." Pak Kuronuma menggantung ucapannya,
"Mereka tetap menjaga cinta mereka walaupun mereka tahu bahwa mereka
tidak akan pernah bersatu di dunia ini" sahut Maya.
"Tepat sekali!" ujar Pak Kuronuma bersemangat, heran karena
tumben sekali Maya cepat menangkap arah pembicaraannya. "Nah...menurutmu
bagaimana perasaan Akoya melewati semua itu?" Tanya Pak Kuronuma
"Ba..bagaimana perasaan Akoya?" Maya tergagap, dia tidak bisa
menjelaskan.
Pak Kuronuma tersenyum tipis "Katakan padaku apa yang dirasakan
Akoya saat itu? Bagaimana Maya? Apa kau bisa merasakannya?" Maya terdiam
"Perasaan Akoya? Apa yang Akoya rasakan? Apakah Akoya sedih? Marah atau
menangis? Tidak..bukan seperti itu!!" batin Maya "A..aku tidak
tahu" jawab Maya.
Pak Kuronuma menjentikkan jarinya "Apa kau mengerti sekarang? Kau
harus mencari tahu perasaan Akoya saat itu dan benar-benar memahaminya agar
Bidadari Merahmu sempurna."
Pak Kuronuma melanjutkan "Waktumu tidak banyak, satu minggu sebelum
percobaan pementasan kau harus sudah mendapatkannya" Kata Pak Kuronuma
sambil membuka pintu dan berlalu dari ruangan itu meninggalkan Maya yang masih
berdiri terpaku. Percobaan pementasan Bidadari Merah tinggal satu bulan lagi,
dan dia belum menguasai perasaan Akoya dengan sempurna.
> Kediaman Takamiya
Rumah bergaya khas Jepang itu tampak sepi seperti biasanya, atau mungkin
bisa dibilang lebih sepi dari biasanya, hanya terdengar gemericik air dari
kolam ikan yang berada di taman dekat ruang keluarga. Suasana ruangan yang
dulunya tampak hidup pun tidak terlihat, yang ada hanya kesunyian dan
kesuraman. Tak ada lagi rangkaian bunga yang menghiasi ruangan, semenjak Shiori
menghancurkan semua bunga yang ada dirumah itu.
Dan disana, disalah satu kamar terbaring lemah seorang wanita muda yang
cantik, wajahnya pucat, rambutnya yang biasanya tergerai indah tampak kusut,
tatapan matanya kosong.
"Masumi.. " batinnya lirih, "Kenapa kau harus
datang saat acara perkenalan itu? Seandainya kau tak datang mungkin tidak akan
seperti ini akhirnya.. " Shiori menghela nafas,
"Aku tak akan pernah melupakan hari indah itu, hari pertama kali
kita bertemu, aku hanya duduk menunduk tak sanggup menatapmu, hingga akhirnya
aku mendengar suaramu yang menggetarkan jiwaku, tahukah kau betapa gugupnya
aku?" Shiori memejamkan matanya dan kembali bermain dengan pikirannya
"Akhirnya kuberanikan diri untuk mencari tahu darimana suara itu
berasal, dan disana aku melihatmu...Masumi..."
Airmata Shiori membasahi pipinya "Tahukah kau betapa tampannya
dirimu? Pesonamu telah menjerat hatiku hingga aku lupa caranya bernafas, dan
saat itu juga aku tahu bahwa aku telah jatuh cinta padamu Masumi"
Shiori kembali membuka matanya dan menatap langit biru dari jendela kamarnya
"Dan semuanya semakin sempurna dengan segala kebaikanmu kepadaku, sikapmu
yang sopan dan ramah, senyum lembut yang selalu menghiasi wajah tampanmu, perhatianmu
yang begitu tulus kepadaku, aku begitu terlena dengan semua yang ada pada
dirimu hingga aku mempercayakan hatiku ini kepadamu."
"Tok..tok." seseorang mengetuk pintu kamarnya "Sayang,
apa kau sudah bangun?" suara ibunya menyadarkan Shiori dari lamunannya.
Ibu Shiori menghampiri putri semata wayangnya yang masih terbaring lemah,
diciumnya keningnya dan kemudian duduk disebelahnya "Sayang..bagaimana
tidurmu? Nyenyak? Tadi ibu kesini tapi kau masih tidur jadi ibu tidak
membangunkanmu, ibu hanya membuka tirai jendela supaya sinar matahari pagi bisa
masuk dan menghangatkanmu" katanya sambil tersenyum.
"Terima kasih ibu" Shiori menatap sayang pada ibunya,
"Nah..yuk ibu bantu bersiap-siap, kau harus tampil cantik hari ini,
ibu sudah menyiapkan baju yang cocok untukmu, tapi mungkin agak kebesaran
karena kau agak kurus sekarang" suaranya terdengar bersemangat walau agak
sedikit bergetar.
Shiori tersenyum, mencoba bangun dan kemudian memeluk ibunya "Terima kasih banyak bu, aku sangat menyayangimu" bisiknya lirih. Ibu dan anak itu berpelukan dalam diam, si Ibu berusaha menahan tangisnya agar tidak pecah, dia tidak ingin membuat putri kesayangannya sedih. Entah berapa lama lagi atau berapa kali lagi dia bisa memeluknya seperti saat ini.
Shiori tersenyum, mencoba bangun dan kemudian memeluk ibunya "Terima kasih banyak bu, aku sangat menyayangimu" bisiknya lirih. Ibu dan anak itu berpelukan dalam diam, si Ibu berusaha menahan tangisnya agar tidak pecah, dia tidak ingin membuat putri kesayangannya sedih. Entah berapa lama lagi atau berapa kali lagi dia bisa memeluknya seperti saat ini.