Senin, 17 Desember 2012

If i told you 6

Chapter 6




Masumi menyesap minumannya perlahan dan memandang ke luar jendela. Gerimis mulai turun lagi setelah sempat reda, Ia berdiri di sana memandangi butiran air yang jatuh membasahi bumi. Ada yang salah.. tidak seharusnya dia merasa sehampa ini, bukankah dia sudah mengambil keputusan akan meninggalkannya, memendam hasrat untuk bersamanya dan melepas kebahagiaan itu untuk selamanya. Aneh.. Seharusnya dia tidak perlu segamang ini. Tapi apa yang dia lakukan tadi benar-benar menyakiti gadis itu bahkan dia sendiri bisa merasakan perih saat pedang itu menyayat hatinya pada salah satu sisi dan hati gadis itu disisi satunya.

"Maya..maafkan aku..ini yang terbaik buatmu, kuharap.." desahnya

"Bagaimana anda tahu kalau ini yang terbaik untuk Maya?" Suara tegas wanita itu menyadarkannya dari lamunan.
"Sudah berapa kali aku bilang?? Ketuk pintu dulu sebelum masuk ruanganku Mizuki!" teriaknya jengkel, dia tidak suka orang lain melihatnya melamun, tapi entah sudah berapa kali Mizuki memergokinya seperti  ini.

"Saya sudah mengetuk, bahkan bisa dibilang menggedor, tapi tidak ada sahutan dari dalam" Mizuki mengamati sang atasan dari balik kacamatanya,
"Jadi saya berinisiatif untuk masuk, saya khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada anda" imbuhnya. Masumi tampak gusar, dia selalu saja kalah dari sekretarisnya ini, "Jadi apa jawaban anda?" Mizuki masih menunggu.

"Kau kesini hanya ingin menanyakan itu saja, huh?!" Masumi menyalakan rokoknya dan menghisapnya dalam-dalam, menikmati sensasi wangi tembakau yang baru dibakar.

"Tadinya saya ingin pamit pulang dan menyerahkan beberapa dokumen untuk meeting besok" seraya meletakkan dokumen diatas meja "Sepertinya lampu itu sudah berubah jadi hijau, apakah anda tidak menyadarinya?" lanjutnya pelan.

Masumi terbelalak "Deggg!! Tidak mungkin!" batinnya. "Kau ini selalu saja sok tahu Mizuki" balasnya sambil tersenyum samar, menolak untuk percaya dengan ucapan sekretarisnya yang handal itu.

"Sampai kapan anda akan berpura-pura tidak menyadarinya? Membohongi Maya dan diri anda sendiri? Bahkan orang buta pun tahu bahwa gadis itu mencintai anda.." Mizuki menatap lurus kearah bosnya dan menambahkan dalam hatinya, "Kumohon Pak Masumi akuilah semua ini dan ungkapkan semua pada Maya apa yang anda rasakan, sebelum semuanya terlambat."

"Entahlah Mizuki..aku tahu akan gagal jadi untuk apa aku mencobanya?" pria gagah itu untuk pertama kalinya tampak tidak berdaya dihadapan sekretarisnya, sudah kepalang basah sekalian saja curhat pikirnya, toh sekretarisnya ini sudah dia anggap seperti bagian dari keluarganya sendiri.

Mizuki yang mendengar penuturan bosnya itu tersentak, ingin sekali dia tidak mempercayainya tapi dia mendengar semuanya sendiri, rasanya seperti bukan Masumi Hayami yang dia kenal selama ini.

"Mungkin apa yang kau bilang benar, bahwa lampu itu tidak selamanya merah, tapi... apakah semua itu masih ada artinya? Terlambat Mizuki.." Pria itu bergerak membelakangi sang sekretaris masih dengan rokok di tangannya "Tolong tutup lagi pintunya sebelum kau pulang" tambahnya pelan.
"Pak Masumi...semudah itukah anda menyerah?" wanita itu masih ingin mencoba berdebat, "Kumohon Mizuki...pulanglah.." sahut Masumi tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela. Mau tidak mau wanita itupun mengalah dan menelan semua kata-kata yang sudah sampai di ujung lidahnya kembali, menjejalkannya kedalam kerongkongannya, dan memaksanya masuk kedalam lambungnya dan tak ayal dia pun diserbu rasa mual yang mengaduk-aduk perutnya.  

> Beberapa hari kemudian di apartemen Maya
Hujan sudah berhenti beberapa saat yang lalu, menyisakan aroma daun dan ranting basah, cahaya bulan menerangi bumi menggantikan si awan hitam. Sepasang mata indah tampak bergerak pelan menyapu dinding dalam keremangan cahaya "Ohh.. Sudah lewat tengah malam, sepertinya aku ketiduran tadi" Maya mengerakkan badannya dalam selimut, pasti Rei yang menyelimutinya karena dia tidak ingat kapan memakainya, diliriknya sosok jangkung  yang sudah terlelap disampingnya "Terima kasih Rei" bisiknya dalam hati.
Pikirannya kembali pada kejadian tadi sore sebelum dia pulang "Maya, ikut aku sebentar!” Pak Kuronuma memberi isyarat dengan sedikit memiringkan kepalanya kearah jalan, dan tanpa menunggu jawaban apapun beliau menyusuri jalan kecil disamping gedung tempat mereka latihan. Maya bertanya dalam hati mau kemana gerangan, tapi dia hanya mengekor dengan berlari kecil. Diujung jalan itu mereka berhenti, disana tampak ada minimarket yang didepannya terdapat mesin penjual minuman kaleng dan beberapa sepeda yang berjejer rapi. Disampingnya ada toko buah yang memajang dagangannya pada sebuah kotak kayu yang diberi jerami kering, tumpukan kardus menjulang tinggi disamping toko. Selain itu hanya tampak rumah-rumah biasa, Maya tampak bingung mau kemana sebenarnya mereka, apa mungkin Pak Kuronuma mau mengajaknya belanja? Tidak mungkin.. atau beli buah? Lebih tidak mungkin lagi pikirnya.

“Ayo Maya, jangan bengong terus!” hardik Pak Kuronuma,
“Eh..iya Pak..” Maya mempercepat langkahnya,
Pak Kuronuma membawa mereka ke sebuah bangunan dari kayu yang terletak dibelakang toko buah, ternyata disamping toko buah itu ada sebuah jalan kecil, keberadaannya tertutup oleh tumpukan kardus buah yang disusun rapi. Siapapun akan terkecoh kalau tidak jeli melihatnya, tapi sepertinya Pak Kuronuma sangat mengenal tempat ini.

Pak Kuronuma membuka pintu yg diatasnya ada semacam tirai kecil berwarna biru bertuliskan ucapan selamat datang di Yoshida Ramen, mereka berdua memilih kursi tinggi seperti di bar yang menyatu dengan meja sekaligus dapur mini, dari situ mereka bisa melihat aksi sang chef meracik pesanan para tamu. "Selamat datang!" sapa sang chef dengan senyum mengembang "Mau pesan apa?" tambahnya masih dengan tersenyum.

“Mmm..saya pesan Tonkotsu shoyu ramen dan ocha” Maya tersenyum sambil mencoba mencari posisi duduk yang lebih nyaman. “Aku seperti yang biasa ya” kata Pak Kuronuma, chef itu pun mengangguk dan segera beraksi meracik pesanan mereka berdua. “Anda sering kesini?” Maya tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya, “Iya aku selalu makan disini kalau harus menginap di tempat latihan” sahut Pak Kuronuma. Maya mengangguk sambil melihat sekelilingnya, ada beberapa tamu lain yang sedang asyik mengobrol dengan mangkuk ramen yang tinggal separuh isinya. Diujung deretan dia duduk ada sepasang anak muda yang sepertinya sedang bertengkar karena ramen mereka hampir tidak tersentuh.

“Maya, Bidadari Merahmu masih belum dapat chemistry-nya, kau punya penjelasan yang tepat untukku?” Pertanyaan Pak Kuronuma yang tiba-tiba membuatnya gelagapan, “Sa..saya sedang berusaha mendapatkannya..” sahutnya pelan,
“Apakah ini ada hubungannya dengan kejadian terakhir ditempat latihan?” tanya Pak Kuronuma tanpa basa-basi. Wajah Maya memerah saga, dia hanya mampu menunduk sambil memainkan kakinya.

Sesaat pembicaraan mereka terhenti ketika pesanan mereka datang, “Kau sudah aku anggap seperti anakku sendiri, jadi jangan pernah sungkan kalau ada yang ingin kau tanyakan, kau tahu itu kan?” Beliau menatap Maya seperti seorang ayah kepada putri mungilnya. Maya terharu mendengarnya, dia lupa kalau selama ini sebatang kara, semua itu karena orang-orang disekelilingnya begitu baik dan sayang kepadanya.
“Te..teri..terima kasih” sahutnya terbata sambil tersenyum bahagia menahan supaya air matanya tidak jatuh.

Mereka menghabiskan makanan dalam diam, sibuk dengan pikiran masing-masing, Maya bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang yang baik dalam hidupnya, bahkan Pak Kuronuma yang terkenal keras dan tanpa basa-basi ternyata begitu perhatian kepadanya, tapi bagaimana mungkin dia akan membicarakan masalah ini dengannya.. “Mmm..saya sedih karena Pak Masumi akan segera menikah dengan nona Shiori...seharusnya saya bahagia untuk mereka...tapi..entahlah...saya rasa...saya jatuh cinta dengan Pak Masumi” Maya menelan ludah membayangkan dirinya menumpahkan segala beban pikirannya kepada Pak Kuronuma dan wajahnya pun kembali memerah.

“Cinta itu biasa, prosesnya yang luar biasa” Pria nyentrik itu tahu bahwa Maya masih segan untuk membicarakan masalah pribadi dengannya, 
“Cinta datang disaat yang tak terduga, kau baru akan menyadarinya setelah dia akan pergi dari hidupmu” Pak Kuronuma menghabiskan sake hangatnya dalam sekali teguk sebelum melanjutkan wejangannya,
“Ketika kau sadar bahwa dia bukan untukmu, cara  terbaik untuk melewati semua episode ini adalah belajar untuk merelakannya.”
Maya terpaku mendengar penuturan pria paruh baya itu,

“Percayalah Maya, merelakan bukan berarti kau harus berhenti mencintainya, tapi karena kau yakin bahwa dia selalu ada dihati walaupun tahu dia tak akan kembali,mungkin ini yang terbaik untuk kalian berdua” lanjutnya,
Maya tidak tahu harus berkata apa, Pak Kuronuma tahu semuanya “Apakah aku setransparan itu? Atau jangan-jangan beliau bisa membaca pikiranku?” batin Maya mulai ngaco.

"Kalau kau bisa melewati tahap ini, Bidadari Merahmu pun pasti sempurna!" Kata-kata Pak Kuronuma terngiang terus di benak Maya, "Merelakannya..Akoya pun rela mengorbankan cintanya, jiwa dan raganya demi alam semesta.." Maya menghembuskan nafasnya "Merelakan Pak Masumi?" seraya terbangun tiba-tiba "Aduhhh..kenapa sih aku ini? Ughhhh... pergi kau dari otakku!!!" teriaknya frustasi sambil menarik rambutnya sampai berantakan.
"Maya!!! Ada apa?!" Rei terperanjat demi mendengar Maya berteriak tiba-tiba.
"Mmaa..maaf Rei.." Sahutnya pelan
"Mimpi buruk?" tanya Rei sambil mengucek mata
"Iya, maaf kau jadi terbangun.." jawabnya sambil nyengir kuda
"Dasar kau ini! bikin kaget aja... Aku pikir tadi ada maling." tak ayal bantal pun melayang menimpa muka Maya, "Reeiiii!!!! Awas kau ya..!!" ancam Maya.
Mereka berdua pun perang bantal di pagi buta dan baru berhenti setelah si induk semang menggedor pintu apartemen, keduanya terkekeh.
Maya menghela nafasnya, perasaannya sedikit tenang bisa tertawa lepas tanpa beban, "Apa yang aku lakukan? Meratapi nasib seolah dunia ini runtuh, padahal aku punya sahabat yang begitu baik seperti Rei..Kalau seperti ini terus, lama-lama aku bisa gila. Aku harus tahu diri, sekuat apapun mengejarnya tidak akan pernah sampai, aku harus berdamai dengan keadaan ini, dan kembali fokus dengan Bidadari Merah."

Pak Kuronuma benar cinta itu tidak harus memiliki, biarlah rasa ini aku jaga dalam hati, selama masih ada mawar ungu aku pasti bisa melewati semua ini, aku pasti bisa! Mawar ungu dihatiku tak akan pernah layu. 
Maya tersentak "Ini dia! Ini...perasaan Akoya yang sesungguhnya, merelakan.. cinta tanpa syarat, mencintai tanpa mengharap untuk memiliki, mencintai karena bahagia bisa mencintainya...Akoya....ini Akoyaku...aku bisa!" dipeluknya dirinya sendiri, takjub dengan perasaan yang menyelimuti seluruh tubuhnya, dan dia pun menangis lega.
Aku harus menjadi Bidadari Merah yang sempurna, karena hanya ini yang bisa aku lakukan untuknya, satu-satunya jalan yang menghubungkan kami, aku tidak boleh mengecewakannya. "Pak Masumi...mawar unguku.."

Maya memejamkan mata dengan seulas senyum menghias wajahnya, beban beratnya telah menguap tanpa bekas berganti dengan rasa damai yang membuatnya bahagia, bahagia karena bisa mencintai seorang Masumi Hayami.

> Kediaman Takamiya
"Bagaimana dokter apakah sudah ada kabar mengenai donor untuk transplantasi sumsum tulang belakang yang cocok?" Nyonya rumah itu bertanya dengan nada cemas.
"Kami masih menunggu hasil tes, semoga kali ini cocok, tapi kalaupun cocok untuk proses transplantasinya kita harus menunggu kondisi nona Shiori benar-benar prima." Pagi itu dokter berkunjung ke kediaman Takamiya untuk pemeriksaan rutin, 
"Perlu nyonya ketahui bahwa kemungkinan sembuh setelah proses transplantasi ini sekitar 70-80%." imbuhnya, 
Wanita itu menahan nafas mendengar penuturan sang dokter, tapi ini adalah jalan terakhir untuk mengobati anak semata wayangnya.
"Jangan khawatir, kami akan melakukan yang terbaik untuk Nona Shiori" Dokter itu tersenyum menenangkan.

Mereka tidak menyadari bahwa Shiori mendengar semuanya, "Transplantasi sumsum tulang belakang? Ya Tuhan..." Shiori merasa terpukul,dan tubuhnya pun limbung...
"Nona Shioriii... Bertahanlah!!!"

Senin, 26 November 2012

If i told you 5



Chapter 5


"Selamat datang saudara-saudara, maafkan kami karena tidak bisa menyambut kedatangan kalian dengan baik" Pak Kuronuma menyambut tamu-tamunya sambil membungkuk hormat sekilas.

"Tidak apa-apa Pak Kuronuma, justru kami yang tidak enak karena sudah mengganggu latihan anda" sahut Ketua Persatuan Drama Nasional, beliau datang bersama beberapa anggota Persatuan Drama Nasional dalam rangka meninjau latihan para Bidadari Merah.

"Begitulah..percobaan Pementasan Bidadari Merah yang semakin dekat membuat kami sangat sibuk" jawab Pak Kuronuma sambil menyeka keringat di dahinya.

"Apakah latihannya berjalan lancar?" Masumi yang dari tadi menjadi pendengar angkat bicara. "Ya sejauh ini lancar, kalaupun ada kendala, ya... hanya masalah kecil" Pak Kuronuma menjawab dengan nada datar.

Masumi menatap Pak Kuronuma penuh selidik, "Kalau latihan kalian selalu seperti yang aku lihat tadi, bersiap-siaplah membuat ucapan selamat untuk tim Bidadari Merah arahan Pak Onodera" seraya tersenyum tipis dan mengamati lawan bicaranya dari sudut mata, ingin melihat sejauh mana umpan yang dilemparnya mengenai sasaran.

"Kita lihat saja nanti, dan aku yakin anda tidak akan menyesal melihat Bidadari Merah kami!" Pak Kuronuma menyambut tantangan Masumi tanpa ragu, matanya memancarkan kilatan semangat yang luar biasa membara. Masumi tersenyum puas mendengar jawaban sutradara nyentrik ini, dan dia percaya Pak Kuronuma tidak akan mengecewakannya.

Mereka kemudian membicarakan persiapan pementasan percobaan Bidadari Merah yang tinggal menghitung hari. Beberapa staf persatuan drama tampak sibuk mencatat, ada juga yang serius memperhatikan instruksi dari seseorang yang dari penampilannya bisa diketahui kalau orang itu adalah orang penting di Persatuan Drama Nasional.

Tak berapa lama kemudian tampak para pemain drama memasuki ruang latihan setelah tadi beristirahat, kalau Pak Kuronuma bilang istirahat 10 menit itu artinya harus tepat 10 menit, terlambat sedikit saja maka bersiaplah terkena serangan dari sutradara yang super disiplin ini, tepat waktu adalah kunci sukses untuk menjadi seorang artis yang hebat begitulah pesan yang selalu beliau sampaikan kepada para pemain drama yang menjadi anak didiknya. Semuanya tampak bersiap untuk latihan kembali, suasana kembali riuh, wajah-wajah lelah telah berganti dengan wajah penuh semangat, siap menerima gemblengan dari sang sutradara.

"Hhmm..baiklah kalau begitu, saya sudah cukup melihat latihan kalian hari ini, bagaimana dengan anda Pak Ketua?" Masumi bertanya kepada Ketua Persatuan Drama Nasional. Dia tidak ingin berlama-lama disitu karena membuatnya semakin merasa bersalah kepada Maya, walaupun cepat atau lambat dia harus menjelaskan semuanya, tapi itu nanti..bila sudah tepat waktunya, kapan? entahlah... 
"Saya rasa cukup Pak Masumi, agenda kita masih banyak hari ini” Ketua Drama Nasional tersenyum dan bangkit dari duduknya, “Terima kasih banyak Pak Kuronuma atas waktunya, semoga sukses untuk pentas kalian nanti." Mereka pun berpamitan satu sama lain.

Hingga akhirnya giliran Masumi berpamitan, Pak Kuronuma menghampirinya dan ketika jarak mereka cukup dekat, beliau bertanya dalam desisan pelan namun cukup tajam untuk menohoknya “Sesuatu terjadi pada Bidadari Merah, apakah kau terlibat?”, air muka Masumi sesaat berubah, tapi dia dapat menguasai diri dengan baik "Kenapa anda tidak bertanya kepadanya?" sahutnya datar kemudian berjalan menuju pintu tanpa menunggu jawaban dari Pak Kuronoma, dan semua itu tidak terlewatkan dari pengamatan Pak Kuronuma, “Sudah kuduga, pasti kau terlibat..” batinnya.

Maya menunggu dengan gelisah disudut ruangan selama para tamu itu berbicara dengan Pak Kuronuma, dan saat dilihatnya sosok jangkung itu akan pergi dia memberanikan diri untuk mengejarnya "Tunggu !!! Pak Masumi.." Masumi menghentikan langkahnya, Maya mengatur nafasnya sebentar, ragu untuk bertanya, tapi kapan lagi kalau tidak sekarang pikirnya "Emmm.. A..apakah semua itu benar?" tanyanya terbata, Masumi memutar tubuhnya menghadap gadis mungil itu "Apanya yang benar mungil?" Sahutnya datar tanpa seuntai senyum menghias wajahnya.

"Pak Masumi, a..apa..apakah benar anda..anda akan segera menikah?" ditatapnya pria tampan itu dengan nanar, “Kumohon…semoga itu tidak benar..katakan bahwa semua itu hanya gossip murahan.. Pak Masumi..” harapnya dalam hati,

"Deggg!!!" seperti ada jarum yang menusuk jantung Masumi dan dia bisa merasakan benang dalam jarum itu melewatinya menyisakan nyeri yang teramat dalam, Masumi berdiri terpaku tidak sanggup menatap mata gadis itu.

"Pak Masumi..kenapa anda diam saja? Apakah berita itu benar adanya?" Maya sekuat tenaga menahan air matanya supaya tidak jatuh.
"Kenapa mungil, apakah ini begitu penting untukmu?" Masumi mencoba mengalihkan perhatian Maya, "Jadi semua itu benar ? Pak Masumi.." air mata yang dengan susah payah ditahannya itu luruh juga, Maya tidak peduli dengan keadaan sekitarnya, dia sendiri tidak tahu kenapa dia harus menangis, hanya satu yang dia rasakan, dadanya sesak menahan himpitan rasa yang dipendamnya selama ini, hatinya perih seolah ada yang merenggut paksa dari tubuh mungilnya.

Pria tampan itu tercekat, seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya, akhirnya dia menyerah dan menatap gadis itu dengan tatapan yang sendu, rasanya ingin sekali menarik gadis itu kedalam pelukannya, menghapus air matanya, dan membelai rambut hitamnya dengan lembut untuk memberinya ketenangan dan kekuatan, tapi akal sehatnya mengalahkan perasaannya "Maafkan aku Maya..." batinnya miris, alih-alih memeluknya dia malah memutar badannya dan bersiap untuk pergi sambil berujar "Sebaiknya kau memikirkan PR dari Pak Kuronuma, ingat..aku menunggu Bidadari Merahmu!" katanya cepat dan bergegas pergi dari hadapan Maya sebelum dia berubah pikiran dan memeluknya erat didepan semua orang itu, dia tidak tahan melihat gadis itu menangis, apalagi semua itu karena ulahnya.

Maya memandangi punggung pria yang beberapa hari terakhir ini eksis didalam pikirannya itu sampai hilang dari jangkauan matanya, air mata masih membasahi pipinya, dia tidak peduli lagi dengan orang-orang disekitarnya yang memandang penuh tanya kearahnya. Beberapa diantara mereka tampak berbisik-bisik mencoba menerka kejadian yang baru saja mereka lihat.
Sepasang mata mengamati kejadian itu dalam diam, "Begitu rupanya? Aku mengerti sekarang.." lalu pergi meninggalkan Maya yang larut dalam pikirannya di koridor.
 
"Maya..kau baik-baik saja?" suara perempuan
yang begitu dikenalnya itu bagaikan sumber energi baru bagi Maya, "Nona Mizuki, apa semua itu benar? Katakan padaku..kumohon??" diraihnya tangan Mizuki dalam gengamannya, matanya menatap penuh harap kepadanya.

"Maya..." Mizuki tidak tahu harus berkata apa setelah melihat kejadian tadi dengan mata kepalanya sendiri, entah kenapa hatinya ikut nyeri
. Dia tidak sengaja melihat semuanya saat akan menyerahkan beberapa dokumen penting yang lupa dibawa oleh Masumi saat pergi meninggalkan kantor tadi pagi. Usahanya menyusul Masumi sepertinya sia-sia karena tidak berhasil menyerahkan dokumen itu dan dia mengurungkan niatnya untuk mengejarnya kembali demi melihat keadaan Maya yang memilukan, walaupun mungkin dia akan kena marah Masumi sebagai konsekuensinya.

"Kenapa tidak ada yang mau menjawab pertanyaanku? Kalau semua itu benar, lalu kenapa dia berjanji akan menungguku? Kenapa?" kali ini Maya mulai sedikit histeris, dadanya sesak, matanya kabur oleh air mata.

"Maya tenanglah.." dipeluknya gadis itu mencoba menenangkan, dan Maya pun menangis tertahan dibahunya. Kemudian Mereka berdua duduk disudut yang agak tersembunyi, Maya diantara tangisnya mulai bercerita tentang kejadian di Astoria, dan wanita itu merutuk bosnya dalam hati "Pak Masumi..gadis ini jatuh cinta kepadamu, apa kau tidak bisa melihatnya? Lampu itu sudah menjadi hijau sekarang, apa kau tidak menyadarinya?"

"Maya..maafkan aku, karena aku tidak berhak menjawab pertanyaanmu, tapi percayalah padaku bahwa semua ini pasti ada alasannya...beliau bukan orang yang bertindak tanpa pemikiran yang matang," Mizuki menatap
tajam mata Maya "Suatu hari kau akan tahu kebenarannya dan saat itu pasti kau akan mengerti." imbuhnya.

"Apa maksud anda Nona? Kebenaran apa? Aku benar-benar tidak mengerti semua ini..." digelengkannya kepalanya kuat seolah ingin membuang jauh semua pertanyaan yang mengganggu itu
. "Ingatlah selalu pesannya kepadamu Maya.." wanita itu menguatkan genggaman tangannya pada gadis mungil itu,
"Pesan?" Maya mulai tampak bodoh saking bingungnya,
"Iya.. Pesannya padamu untuk selalu percaya kepadanya apapun yang akan terjadi."
Maya terdiam, mencoba mencerna maksud dari ucapan Mizuki. 
"Maya..." Mizuki mengguncang pelan lengannya, menyadarkannya dari lamunan,
"iya.." sahutnya lemah,
"Kembalilah keruang latihan, mereka sudah menunggumu...kau tak ingin kena semprot Pak Kuronuma lagi kan?" Wanita berkacamata itu bergidik membayangkan seandainya dia yang kena marah Pak Kuronuma.

Sementara itu Maya masih tampak enggan beranjak dari tempat duduk, kakinya lemas..kepalanya berat dan sudah tidak ada semangat latihan lagi untuk hari ini, tapi dia harus kembali.
"Maaf Maya...tapi aku tidak bisa menemanimu lebih lama lagi" wanita itu melirik sekilas pada jam tangan warna hitamnya yang melingkar manis pada pergelangan tangannya.

Maya menghela nafas lalu menoleh pada wanita cantik disebelahnya "Terima kasih banyak atas waktunya nona Mizuki, maafkan aku sudah merepotkanmu" seraya meraih tangan wanita itu dan menggenggamnya, mencoba mencari kekuatan untuk yang terakhir kalinya.

"Jangan bersedih lagi ya!" pesannya sambil tersenyum sebelum beranjak pergi. Baginya Maya sudah seperti adiknya sendiri, entah sejak kapan tepatnya dia lupa, yang jelas perjalanan cinta Masumi dan Maya yang tak kunjung berakhir bahagia mau tidak mau menyeretnya kedalam pusaran kisah cinta mereka. Mizuki semakin geregetan dengan bosnya itu, sekarang semuanya menjadi semakin complicated.

Sabtu, 17 November 2012

If i told you 4



Chapter 4


Dua minggu sudah berlalu dan Maya masih belum bisa memahami perasaan Akoya, “Kira-kira apa ya yang dirasakan Akoya? Bagaimana ia menghadapi kenyataan bahwa cinta mereka tidak bisa bersatu, cinta yang tidak bisa memiliki..Hufft... ”  desahnya berat dan menyandarkan tubuhnya pada pagar pembatas jembatan penyeberangan “Apakah Akoya sedih, marah atau kecewa?” Hari ini dia dimarahi Pak Kuronuma untuk yang kesekian kalinya, karena aktingnya yang belum maksimal banyak adegan yang harus diulang sehingga menganggu jadwal latihan pemain yang lain. Matanya menatap kosong kendaraan yang lalu lalang dibawahnya. Lalu lintas sore itu padat, semua orang ingin segera sampai rumah setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang sangat menyita waktu.

Maya memandang sekilas jam besar dipuncak sebuah gedung bertingkat “Sudah malam..” gumamnya sambil beranjak dari pagar lalu meyeret kakinya pelan, dulu dia pernah mengalami hal serupa, saat itu liputan tentang latihan Ayumi menjadi berita hangat diseluruh Jepang. Bidadari Merah Ayumi sangat anggun dan cantik, semua menilai bahwa Ayumilah yang pantas mendapatkan peran itu. Hal itu membuat Maya semakin tidak percaya diri, perbedaan akting mereka sangat jauh. Hingga akhirnya Masumi Hayami harus turun tangan langsung memberinya semangat untuk memerankan bidadari merah dengan caranya sendiri. Masih jelas di ingatan Maya kejadian waktu itu, Masumi menyeretnya keatas jembatan Asahi ditengah hujan deras, lalu menyuruhnya berakting menjadi Bidadari Merah, dan Maya tidak bisa. Sama seperti yang dialaminya sekarang, dia belum mengerti perasaan Akoya. Bagaimana ekspresi Akoya saat harus berpisah raga dengan Isshin, bahwa pada akhirnya cinta mereka tidak bisa bersatu, tidak bisa memiliki satu sama lain.

Tiba-tiba langkahnya terhenti saat melewati etalase toko elektronik yang  display tv-nya menayangkan sebuah berita infotainment. Sosok yang ada dalam berita itu adalah sosok yang merajai pikiran dan hatinya beberapa hari terakhir ini "Pak Masumi.." bisiknya. Dalam tayangan itu tampak cuplikan gambar Masumi dan Shiori sedang menghadiri sebuah pesta, atau premier sebuah film. Mereka berdua tampak sangat serasi, pasangan yang sudah matang secara umur dan financial, si pria tampan, pintar, sukses, berwibawa dan tentu saja kaya, pasangannya cantik, pintar, lemah lembut, dan satu-satunya pewaris kerajaan bisnis Takamiya, benar-benar membuat iri semua orang.

"Kami bangga sekali terpilih menjadi wedding organizer dari pernikahan agung dua raksasa bisnis di negeri ini" kata seorang pria di tv itu, "Kapan pernikahannya akan dilangsungkan? " tanya si reporter.
"Kami tidak berwenang memberi tahu tanggal pernikahannya, yang pasti tidak akan lama lagi"
Jawab pria tadi, kemudian tayangan berganti pada berita infotainment seorang artis pendatang baru yang terkena skandal foto-foto koleksi pribadinya yang beredar di dunia maya.

Maya terbelalak, "pernikahan, tidak lama lagi?!" jantungnya seolah berhenti berdetak "Pak Masumi akan menikah dengan nona Shiori?!" Maya menelan ludahnya..pahit. "Dasar bodoh, kau pikir kau siapa Maya? Tentu saja Pak Masumi akan menikah dengan nona Shiori, mereka kan sudah bertunangan" kata suara dalam hatinya. Air matanya merebak, mendesak untuk keluar dari mata indahnya, dan tanpa permisi perasaan hampa memeluk hatinya, menusuk jiwanya pelan tapi pasti..pedih. Kakinya melangkah tak tentu arah, beberapa kali dia menabrak orang didepannya.

Otak dan batinnya berperang antara mau percaya atau tidak dengan berita yang baru saja didengarnya. "Maya...kau mau kemana?" tiba-tiba sebuah suara yang sangat dikenalnya mengejutkannya, Maya mencari sumber suara itu "Reiii...apa yang kau lakukan disini?" tanyanya pada gadis maskulin yang berdiri tepat dihadapannya. "Hellooo..seharusnya aku yang tanya begitu, dan pertanyaanku tadi belum kau jawab..kau mau kemana?" kata Rei geregetan. "Tentu saja aku mau pulang." jawab Maya tanpa merasa bersalah berusaha menutupi perasaannya yang gelisah, "Pulang? Kalau yang kau maksud adalah pulang ke apartemen, itu sudah lewat satu blok dari tempat kita berdiri sekarang" sahut Rei datar. Maya terbelalak kemudian celingak-celinguk melihat sekelilingnya, dan ternyata benar dia sudah melewati apartemennya. "hehe..kok bisa sihhhh?" sahutnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. "Dasar!! kau pasti melamun lagi, Ayo kita pulang!" Rei menggandeng tangan Maya dan menyeretnya, tidak mempedulikan Maya yang meringis kesakitan "Reeiii sakit tauuuu!!!" protesnya sambil berjalan terseok mencoba mengimbangi langkah kaki Rei yang lebar, perhatiannya teralihkan dari berita itu untuk sesaat.

Sesampainya di apartemen Rei langsung bersiap-siap membuat makan malam untuk mereka berdua, Maya membantunya tapi malah merepotkannya. "Lebih baik kau siapkan meja dan piring saja daripada membuat masakanku berantakan" kata Rei sambil mengambil alih pisau yang dipegang Maya, saat itu dilihatnya mata Maya berkaca-kaca. "Maya...kau baik-baik saja?" tanyanya  cemas, Maya buru-buru menyeka air matanya "aduhhh gara-gara bawang ini aku jadi nangis deh" elaknya "aku ambil tissue dulu ya Rei" seraya menghindar.

Beberapa saat kemudian, "Maya...ayo kita makan!" Rei melongok kedalam kamar, dilihatnya Maya duduk termenung, matanya menatap kosong keluar jendela. "Maya...kau kenapa?" Rei makin khawatir, tapi dia tidak mau menganggunya, ditinggalkannya Maya sendirian di kamar. “Pasti dia akan cerita..” batinnya kemudian kembali ke ruang tengah, disiapkannya makan malam untuk Maya, “Barangkali nanti dia mau makan..” pikir Rei, walaupun dia tahu kalau Maya tidak akan makan.
 
"Ulang!!! Apa-apaan ini?! Bukannya makin baik ini malah makin buruk." Teriakan Pak Kuronuma memenuhi ruang latihan, lagi-lagi Maya kena damprat hari ini. Entah sudah berapa kali mereka mengulang adegan yang sama, selalu begitu setiap hari sejak penayangan berita di tv itu. Maya sudah seperti zombie, wajahnya tirus dengan lingkaran hitam disekitar matanya efek tidak bisa tidur setiap malam dan latihan yang keras siang harinya. "Plakkk!!! Jangan melamun ditengah latihan!" Pak Kuronuma melempar Maya dengan buku naskahnya, "Kau masih ingin menjadi Bidadari Merah atau tidak? Jangan main-main, latihan kita hari ini dilihat ketua dewan persatuan drama!" Pak Kuronuma menatap tajam kearah Maya, kesabarannya sudah hampir habis. Melamun ditengah latihan adalah kesalahan fatal, benar-benar menyinggung perasaannya sebagai seorang sutradara profesional.

"Siapa?! Ketua dewan persatuan drama??? Jangan-jangan.. Dia juga...???" Sontak Maya mencari sosok itu, dan tepat sekali dugaannya dipinggir ruangan berdiri seorang pria dengan mengenakan setelan abu-abu tua yang simple tapi elegan sedang menatap kearahnya menemani sang ketua dewan yang duduk tenang disampingnya. Mata mereka bertemu dan waktu serasa berhenti. "Ya Tuhan..sejak kapan dia disana? Apakah dia melihat semuanya? Tidak...ini tidak boleh terjadi" Maya tercekat dilanda panik, dia tidak ingin pria itu melihat aktingnya yang memburuk, dia tidak ingin mengecewakannya..penggemar yang paling dia sayangi di seluruh dunia.

"Pak Kuronuma, apa tidak sebaiknya kita istirahat dulu?" Koji menengahi, dia kasihan melihat teman-temannya yang lemas, terlebih lagi keadaan Maya yang memprihatinkan. Koji sudah mulai berbaikan dengannya, setelah beberapa waktu menghindari Maya akhirnya dia menyerah. Pada akhirnya cinta selalu mengalahkan segalanya, lagipula alasan dia mendiamkan Maya tidak cukup kuat, mereka toh tidak terikat sebuah komitmen, jadi Maya berhak untuk memeluk laki-laki manapun yang dia suka, jika itu alasannya dia mendiamkan Maya, kalau soal dia mengalami kecelakaan rasanya terlalu berlebihan jika menyalahkan Maya, itu kan karena dia yang tidak hati-hati mengendarai sepeda motornya. Koji jadi malu sendiri jika ingat kekonyolannya.

Seolah disadarkan, Pak Kuronuma pun melihat sekelilingnya para pemain bermandikan peluh dan terduduk lemas dilantai. "Baiklah yang lain boleh istirahat 10 menit, tapi kau tetap disini!" katanya sambil menunjuk Maya yang masih tampak syok karena melihat orang yang paling dia sayangi berdiri sangat dekat untuk bisa mendengar degup jantungnya yang tidak beraturan.
Terdengar hembusan nafas lega dari para pemain yang lain, mereka segera menghambur keluar ruang latihan sebelum Pak Kuronuma berubah pikiran.

"Ada apa ya dengan Maya? Biasanya aktingnya bagus, tapi kali ini aktingnya benar-benar mengecewakan, gara-gara dia latihan kita jadi berantakan, padahal aku ada janji dengan sepupuku untuk nonton malam ini, sepertinya batal lagi nih…huffttt…" seorang gadis berbisik pada temannya saat melintas di pintu keluar ruang latihan sambil menyeka keringat di dahinya,
"Iya nih, pasti ada apa-apanya, apapun itu seharusnya tidak mempengaruhi aktingnya kalau dia serius ingin menjadi Bidadari Merah." Kasak-kusuk terus berlanjut sampai mereka menghilang dari koridor, dan pria itu dapat mendengarnya dengan jelas dari tempatnya berdiri. "Maya..." bisiknya dalam hati.