Chapter 1 |
Setting : setelah percobaan bunuh diri Shiori
> Daito
Suasana kantor sore itu lengang, para karyawan sudah banyak yang pulang karena besok adalah weekend. Sementara itu di ruang direktur utama sayup-sayup terdengar suara musik, sinar matahari sore menembus tirai jendela dengan warna jingga keemasan yang mampu menghangatkan siapa pun yang disentuhnya tapi tidak untuk makhluk yang satu ini. Jiwanya telah meregang nyawa, tatapannya menerawang mengabaikan tumpukan berkas yang ada diatas mejanya. Masumi kembali teringat pertemuannya dengan keluarga Takamiya beberapa hari yang lalu.
"Masumi apakah benar kau mau membatalkan pernikahanmu dengan cucuku?" tanya kakek Shiori membelah kesunyian suasana ruang keluarga kediaman Takamiya. Masumi menghela nafasnya "Mohon maaf kek, saya melakukan ini semua demi kebaikan Shiori" jawab Masumi dengan tenang.
"Apa maksud dari semua ini Masumi? Tidak ada yang lebih baik untuk Shiori selain kau menikah dengannya." katanya gusar tapi tetap dengan penuh wibawa.
"Ayah, bolehkah aku bicara dengan Masumi sebentar?" tiba-tiba ibu Shiori menyela pembicaraan mereka. Ibu Shiori terlihat sedih, wajahnya yang cantik tampak gelisah.
Kakek Shiori tampak berpikir sebentar, siapa tahu kalau ibunya Shiori yang bicara langsung dengan Masumi dapat merubah keputusan Masumi.
"Baiklah, aku akan meninggalkan kalian berdua disini, semoga aku mendapat kabar baik nantinya" ucapnya sambil berlalu pergi.
Masumi masih duduk dengan tenang dikursinya, sebenarnya dia tidak mau berlama-lama walaupun ruang keluarga Takamiya ini sangat nyaman dengan tatanan interior khas bergaya Jepang, disetiap sudut ada rangkaian bunga hidup yang wanginya memenuhi seluruh ruangan. Tapi tujuan Masumi datang ke kediaman Takamiya hanya satu yaitu membatalkan pernikahannya dengan Shiori.
"Masumi, aku tidak tahu harus memulai darimana, apa kau tidak memikirkan perasaan Shiori?" Ibu Shiori memulai pembicaraan dengan suara gemetar
Masumi bergeming, wajahnya tegas bahwa dia tidak akan berubah pikiran.
"Sudah saatnya Shiori belajar menerima kenyataan bu, cepat atau lambat ini akan terjadi, saya sudah berusaha belajar untuk mencintainya tapi ternyata tidak bisa."
"Ini sangat tidak adil bagi Shiori." ibu Shiori mulai berkaca-kaca.
"Saya tahu ini tidak adil untuk Shiori, tapi akan lebih tidak adil lagi kalau ini diteruskan, karena saya tidak bisa membahagiakan Shiori. Apalah arti sebuah pernikahan jika tidak ada cinta didalamnya?" Masumi mulai tidak suka dengan atmosfer permohonan ini. Dia ingin segera pergi dari kediaman Takamiya.
"Apakah kalau aku memberi tahu keadaan Shiori yang sebenarnya, keputusanmu akan berubah?"
Ibu Shiori menghela nafas, dengan suara tercekat dia berkata "Umur Shiori tidak lama lagi" air mata mulai menetes di pipinya yang tampak tirus.
Masumi terperangah "Tidak lama lagi?" tanyanya dalam hati, tapi dia berusaha tetap tenang, dia tidak ingin keputusannya ditawar-tawar lagi.
"Thalassaemia..ya Shiori mengidap Thalassaemia Masumi, sudah stadium 3 itulah kenapa dia sering pingsan. Kami pikir selama ini dia terkena anemia yang akan sembuh dengan cukup istirahat dan minum suplemen penambah darah." ibu Shiori mulai bercerita, "kemarin dia menjalani tranfusinya yang pertama, saat ini jadwal tranfusinya setiap dua minggu dan akan semakin sering nantinya seiring berjalannya waktu."
"Apakah dia akan sembuh?" tanya Masumi.
"Thalassaemia belum ada obatnya, kata dokter satu-satunya jalan yang bisa dilakukan untuk mempertahankan hidupnya adalah dengan tranfusi darah."
Ibu Shiori terisak tertahan "Aku mohon kepadamu Masumi, jangan tinggalkan Shiori di sisa umurnya ini, walaupun kau tidak mencintainya." Ibu Shiori berlutut dihadapan Masumi, dia lupa akan siapa dirinya yang seorang Takamiya, karena seorang Takamiya tidak pernah dididik untuk memohon kepada orang lain, tapi dia sudah tidak peduli lagi, baginya yang terpenting saat ini adalah kebahagiaan Shiori.
Dering Handphone membawa Masumi kembali pada ruang kerjanya, diliriknya sekilas siapa yang mengusik lamunannya. Ternyata Mizuki mengirim email agenda kerja untuk satu minggu kedepan. Masumi menghela nafas, menyesap mountain blue yang tidak hangat lagi, melihat keluar jendela dan bulan sudah menggantikan matahari. Masumi membereskan berkas-berkasnya, mematikan laptopnya, memasukkan foto Maya kedalam laci dan meninggalkan ruang kerjanya.
> Daito
Suasana kantor sore itu lengang, para karyawan sudah banyak yang pulang karena besok adalah weekend. Sementara itu di ruang direktur utama sayup-sayup terdengar suara musik, sinar matahari sore menembus tirai jendela dengan warna jingga keemasan yang mampu menghangatkan siapa pun yang disentuhnya tapi tidak untuk makhluk yang satu ini. Jiwanya telah meregang nyawa, tatapannya menerawang mengabaikan tumpukan berkas yang ada diatas mejanya. Masumi kembali teringat pertemuannya dengan keluarga Takamiya beberapa hari yang lalu.
"Masumi apakah benar kau mau membatalkan pernikahanmu dengan cucuku?" tanya kakek Shiori membelah kesunyian suasana ruang keluarga kediaman Takamiya. Masumi menghela nafasnya "Mohon maaf kek, saya melakukan ini semua demi kebaikan Shiori" jawab Masumi dengan tenang.
"Apa maksud dari semua ini Masumi? Tidak ada yang lebih baik untuk Shiori selain kau menikah dengannya." katanya gusar tapi tetap dengan penuh wibawa.
"Ayah, bolehkah aku bicara dengan Masumi sebentar?" tiba-tiba ibu Shiori menyela pembicaraan mereka. Ibu Shiori terlihat sedih, wajahnya yang cantik tampak gelisah.
Kakek Shiori tampak berpikir sebentar, siapa tahu kalau ibunya Shiori yang bicara langsung dengan Masumi dapat merubah keputusan Masumi.
"Baiklah, aku akan meninggalkan kalian berdua disini, semoga aku mendapat kabar baik nantinya" ucapnya sambil berlalu pergi.
Masumi masih duduk dengan tenang dikursinya, sebenarnya dia tidak mau berlama-lama walaupun ruang keluarga Takamiya ini sangat nyaman dengan tatanan interior khas bergaya Jepang, disetiap sudut ada rangkaian bunga hidup yang wanginya memenuhi seluruh ruangan. Tapi tujuan Masumi datang ke kediaman Takamiya hanya satu yaitu membatalkan pernikahannya dengan Shiori.
"Masumi, aku tidak tahu harus memulai darimana, apa kau tidak memikirkan perasaan Shiori?" Ibu Shiori memulai pembicaraan dengan suara gemetar
Masumi bergeming, wajahnya tegas bahwa dia tidak akan berubah pikiran.
"Sudah saatnya Shiori belajar menerima kenyataan bu, cepat atau lambat ini akan terjadi, saya sudah berusaha belajar untuk mencintainya tapi ternyata tidak bisa."
"Ini sangat tidak adil bagi Shiori." ibu Shiori mulai berkaca-kaca.
"Saya tahu ini tidak adil untuk Shiori, tapi akan lebih tidak adil lagi kalau ini diteruskan, karena saya tidak bisa membahagiakan Shiori. Apalah arti sebuah pernikahan jika tidak ada cinta didalamnya?" Masumi mulai tidak suka dengan atmosfer permohonan ini. Dia ingin segera pergi dari kediaman Takamiya.
"Apakah kalau aku memberi tahu keadaan Shiori yang sebenarnya, keputusanmu akan berubah?"
Ibu Shiori menghela nafas, dengan suara tercekat dia berkata "Umur Shiori tidak lama lagi" air mata mulai menetes di pipinya yang tampak tirus.
Masumi terperangah "Tidak lama lagi?" tanyanya dalam hati, tapi dia berusaha tetap tenang, dia tidak ingin keputusannya ditawar-tawar lagi.
"Thalassaemia..ya Shiori mengidap Thalassaemia Masumi, sudah stadium 3 itulah kenapa dia sering pingsan. Kami pikir selama ini dia terkena anemia yang akan sembuh dengan cukup istirahat dan minum suplemen penambah darah." ibu Shiori mulai bercerita, "kemarin dia menjalani tranfusinya yang pertama, saat ini jadwal tranfusinya setiap dua minggu dan akan semakin sering nantinya seiring berjalannya waktu."
"Apakah dia akan sembuh?" tanya Masumi.
"Thalassaemia belum ada obatnya, kata dokter satu-satunya jalan yang bisa dilakukan untuk mempertahankan hidupnya adalah dengan tranfusi darah."
Ibu Shiori terisak tertahan "Aku mohon kepadamu Masumi, jangan tinggalkan Shiori di sisa umurnya ini, walaupun kau tidak mencintainya." Ibu Shiori berlutut dihadapan Masumi, dia lupa akan siapa dirinya yang seorang Takamiya, karena seorang Takamiya tidak pernah dididik untuk memohon kepada orang lain, tapi dia sudah tidak peduli lagi, baginya yang terpenting saat ini adalah kebahagiaan Shiori.
Dering Handphone membawa Masumi kembali pada ruang kerjanya, diliriknya sekilas siapa yang mengusik lamunannya. Ternyata Mizuki mengirim email agenda kerja untuk satu minggu kedepan. Masumi menghela nafas, menyesap mountain blue yang tidak hangat lagi, melihat keluar jendela dan bulan sudah menggantikan matahari. Masumi membereskan berkas-berkasnya, mematikan laptopnya, memasukkan foto Maya kedalam laci dan meninggalkan ruang kerjanya.
> Kediaman Hayami
Rumah besar itu tampak lengang seperti biasanya. Masumi menuju ruang kerjanya, beberapa hari terakhir ini dia sengaja membawa pulang pekerjaan walaupun sebenarnya jam pulang kantornya bisa dibilang lewat tengah malam. Dia ingin menyibukkan diri alih-alih memikirkan Maya, karena lengah sedikit saja kerinduan itu akan membunuhnya. Tapi sekuat apapun dia berusaha, sekuat itu pula kerinduan itu menyusup relung hatinya "Maya,bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" bisiknya lirih.
Rumah besar itu tampak lengang seperti biasanya. Masumi menuju ruang kerjanya, beberapa hari terakhir ini dia sengaja membawa pulang pekerjaan walaupun sebenarnya jam pulang kantornya bisa dibilang lewat tengah malam. Dia ingin menyibukkan diri alih-alih memikirkan Maya, karena lengah sedikit saja kerinduan itu akan membunuhnya. Tapi sekuat apapun dia berusaha, sekuat itu pula kerinduan itu menyusup relung hatinya "Maya,bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" bisiknya lirih.
"Aku mohon kepadamu Masumi, jangan tinggalkan putriku
di sisa umurnya ini" Masumi kembali teringat permohonan ibu Shiori yang
begitu memilukan, sebenarnya Masumi sudah mati rasa karena dia sudah sering
melihat orang memohon belas kasihannya dalam hal pekerjaan. Tapi ini lain,
walaupun Masumi dingin dan gila kerja tapi dia masih punya hati. Masumi
teringat ibunya yang telah tiada, ibunya pun pasti akan rela melakukan apa saja
demi melihat kebahagiaannya.
Dan kebahagiaan yang sudah lama dinantinya itu sudah
diujung jalan sana menunggu untuk diraihnya, sebentar lagi... tapi ternyata
diujung jalan itu ada jurang yang curam dan sangat dalam sementara kebahagiaan
itu sendiri berdiri tepat diseberang sana. Hanya ada dua piilihan, nekat
meloncat dengan risiko jatuh kedalam jurang yang tak berujung atau berbelok
arah dan meninggalkan kebahagiaan itu sendirian. Sebenarnya bukan masalah besar
untuk seorang Masumi meloncat melewati jurang itu, apapun akan dia hadapi
asalkan dia bisa meraih kebahagian itu walaupun cuma sesaat.
Tapi banyak hal
yang harus dia pertimbangkan, Dia tidak mau bertindak gegabah yang pada akhirnya
akan membuat Maya terluka. Masumi bergidik ketika membayangkan sesuatu yang
buruk menimpa Maya, bagaimanapun juga keselamatan Maya adalah yang utama.
Masumi mematikan lampu meja dan menarik selimutnya "Besok aku akan kesana
sebelum drama baru ini dimulai. " bisik Masumi sebelum dia terlelap karena
kelopak matanya sudah tidak kuat lagi menemaninya terjaga.
hadeehhh...shiomay bikin masalah aja
BalasHapusHi sist Mialuna...
HapusMakasih banyak ya udah baca coretan aku *terharu
iya nih Shiomay enaknya diapain ya?
hehe ^^
Woww..ceritanya bagus nih..
BalasHapusApakah masumi bakalan nemuin maya? Semoga dehh..
Ditunggu lanjutannya yaa..
Hi sist Dini :)
HapusMakasih banyak udah baca coretan aku *blushing
temuin jawabannya di chapter 2 dan 3 ya say ;)
Bukannya Thalassemia bisa sembuh ya dengan Transplantasi sumsum tulang?
BalasHapusMasumi...search di google dong biar ga perlu merit ama Shiori
Hi say ...
Hapusstay tuned ya ... kira-kira dia sembuh atau gak?
hihi ;)
makasih banyak udah baca coretan aku ...
Hi MM lovers ^^
BalasHapusTerima kasih banyak atas semua komentarnya ya ...
Mohon kritik dan sarannya dari semuanya, krn aku new comer jadi mohon maaf kalo masih ada banyak kekurangan ...
Regards
-Nochan-
haaaiiiii..... salam kenal..... welcome always buat penulis cerita MM asalkan HE yaaaaaa wkwkwkwkwkwk.....
BalasHapushaiii nochan....aku br ketemu blog ini...
BalasHapuskekuranganmu cuma satu...
"kuranggg BUANYAAAKKK apdetannya"
\(*T▽T*)/
@@n
aku baru nemu blog ini. salam kenal.
BalasHapus